Banner Website
Indonesia Berencana Optimalkan Penggunaan Satelit Untuk Percepat Digitalisasi Negeri
Jakarta (Infrastruktur Digital) – Memiliki wilayah luas dan daratan yang terpisah lebih dari 17.000 pulau, Indonesia akan mengoptimalkan penggunaan satelit GSO/NGSO sebagai upaya untuk menjembatani kesenjangan digital serta mempercepat transformasi digital Indonesia.
Hadir menjadi salah satu narasumber pada kegiatan The ASEAN Committee on Science, Technology, and Innovation (ASEAN COSTI-87) Direktur Penataan SFR, Orbit Satelit, dan Standardisasi Infrastruktur Digital Adis Alifiawan mengungkapkan bahwa ruang angkasa menjadi kunci utama transformasi digital Indonesia, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Digital mengambil peran dalam kebijakan dan regulasi dalam penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit, serta memberikan perizinan operasi satelit GSO/NGSO.
Dalam paparannya Adis menjelaskan bahwa Indonesia berencana untuk memiliki konstelasi satelit non-GSO sendiri. “penting untuk memastikan akses ke spektrum dan sumber daya non-GSO dengan mempromosikan akses yang adil melalui perjanjian yang eksplisit sambil mempertahankan perlindungan GSO saat ini dari non-GSO setelah keputusan WRC-23” ucapnya, Selasa (17/6/2025).
Satelit GSO atau Orbit Geostasioner, berada pada ketinggian sekitar 35.900 km di atas Bumi dan tampak 'diam' dari permukaan bumi karena bergerak seiring dengan rotasi Bumi. Sedangkan satelit NGSO atau Orbit non-Geostasioner, meliputi orbit Bumi rendah (LEO) dan orbit Bumi menengah (MEO) yang posisinya berubah-ubah terhadap Bumi. 
Ia beranggapan, kebijakan dan regulasi untuk meningkatkan kapasitas satelit nasional dengan tetap menjamin kepentingan nasional, seperti Pendefinisian Ulang Satelit Indonesia, Dukungan untuk Kolaborasi Jangka Panjang dengan Operator Global, Operator Satelit untuk Membangun Fasilitas Kontrol dan Pemantauan di Dalam Negeri, dan Penyederhanaan Perizinan dan Reformasi Birokrasi.
Teknologi satelit mendukung konektivitas dan non-konektivitas, Indonesia menekankan pembangunan yang inklusif, berkelanjutan, dan kolaboratif. Dukungan untuk kolaborasi jangka panjang dengan operator global mendorong kemitraan strategis dengan pelaku satelit global untuk mendorong kerja sama jangka panjang, pengembangan kapasitas, dan pengembangan infrastruktur satelit domestik, termasuk mekanisme insentif melalui biaya frekuensi.
“Satelit untuk kebutuhan non-konektivitas Indonesia digunakan untuk pemantauan bencana dan tanggap darurat, hutan dan lingkungan hidup, kelautan dan perikanan, cuaca dan iklim, pertanian dan perkebunan, serta pemetaan lahan dan perencanaan tata ruang” jelas Adis.
Pada kesempatan yang sama Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan, Badan Riset dan Inovasi Nasional Anugerah Widiyanto menjelaskan bahwa Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Inovasi telah menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi.
“Teknologi ilmu pengetahuan antariksa khususnya telah memberikan kontribusi negara-negara asing, India dan Indonesia misalnya, sejak tahun 1976 telah berhasil mengoperasikan satelit kompetisi. Kami menyediakan layanan komunikasi secara komersial dan sejak saat itu ekonomi ruang angkasa telah berkembang pesat seiring ekonomi digital” Ucapnya.
Selain itu, Indonesia yang telah menjalankan program antariksa sejak tahun 1963 dan negara-negara Asia lainnya juga telah membuat kemajuan yang signifikan dalam ekonomi antariksa mereka. “Meskipun masih ada pergeseran dalam peningkatan kapasitas dalam kegiatan antariksa. Pengembangan teknologi antariksa, penelitian antariksa, dan penerapannya semuanya berada dalam program antariksa kita namun, infrastruktur antariksa masih perlu ditingkatkan” sambungnya.
ASEAN memiliki posisi yang baik melalui visi kebijakan yang bersatu untuk mengambil peran utama dalam membangun ekosistem antariksa yang inklusif dan berkelanjutan di kawasan tersebut. Hal ini akan memberikan manfaat dalam menciptakan dan meningkatkan peluang potensi bagi ASEAN.
“Saya berharap lokakarya ini dapat menginspirasi kita semua untuk kolaborasi lebih lanjut di antara negara-negara anggota ASEAN dan kemitraan ASEAN dalam teknologi antariksa” tutupnya.
Kegiatan ini bertema “Building Space Ecosystem in Southeast Asia” berlangsung di Kantor Pusat BRIN, auditorium Gedung B.J. Habibie Jakarta yang dihadiri oleh ASEAN SCOSA, anggota ASEAN, SAIAC, Asosiasi Satelit Indonesia, dan seluruh kemitraan ASEAN.
 
Sumber/Foto: Humas Komdigi
Post Content Holder